Jumat, 04 Desember 2009

Konvergensi untuk Konservasi: Melestarikan Kantong Semar di "Rimba Belantara" Maya

"Dear all,

Suska mungkin baru online sebulan lagi...katanya siy gitu tadi malem (becanda kali ya?). Pokoknya, dia ma pasukan ekspedisi Nepenthes aa gym lanjut lagi. Ga tau deh kapan pulangnya. Jadi kita sabar aja menanti dengan tertib :D

Atau mungkin, longor bisa bantu posting foto-fotonya?"


Demikian isi posting salah seorang anggota Forum Tanaman Buas (FTB), sebuah forum diskusi berbasis web yang dijalankan oleh komunitas penggemar tanaman karnivora (tavor) sejak tahun 2006 lalu. Forum yang pada tanggal 4 Desember 2009 jumlah anggotanya mencapai 1147 orang ini didirikan tak lama setelah lahirnya organisasi penggemar tavor pertama di Indonesia bernama KTKI --Komunitas Tanaman Karnivora Indonesia-- yang beranggotakan pecinta tavor, baik dari hobiis, petani, peneliti, pengajar, pelajar, pebisnis, pemerhati, pers maupun anggota masyarakat lain, baik yang berdomisili di Indonesia maupun di luar negeri.




Mohammad Apriza Suska, Adrian Yusuf Wartono dan Alfindra Primaldhi, pemilik nickname suska, aa gym dan longor yang disebut tadi, sama-sama getol menelusuri rimba di seantero Indonesia untuk memuaskan hobi melongok nepenthes (nama botani Kantong Semar, sejenis tavor) di habitatnya. Hampir semua habitat nepenthes di Indonesia pernah mereka datangi: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Berbagai ekspedisi yang dilakukan tim ekspedisi KTKI sejak tahun 2006 sudah berhasil mendokumentasikan lebih dari 30 spesies dan hibrida nepenthes, serta menemukan dan mendeskripsikan sedikitnya 3 spesies baru.





Konvergensi teknologi IT dan telekomunikasi memungkinkan informasi digital dipertukarkan hanya dalam hitungan detik. Ribuan file foto digital hasil ekspedisi nepenthes telah disebarkan oleh KTKI di media online berbasis internet, termasuk di FTB, milis Nepenthes_Indonesia, Pitcher-Plant Forum, ICPS Forum, CPUK Forum, LHNN Forum, dan Wikipedia.




Selain mempublikasikan foto-foto hasil ekspedisi, KTKI juga memanfaatkan media online untuk berbagi informasi, pengetahuan, ide, dan pengalaman para anggotanya. Simak catatan anggota KTKI di Bandung yang bernama Ario Sutomo (alias arioss) di blog pribadinya:

"Sekitar bulan September 2006, saya kan pindahan ke rumah sendiri. Nah, saya dikasih tanaman beberapa pot sama mertua. Katanya biar teras rumah bisa keliatan hijau & seger. Ternyata… lama kelamaan… saya malah jadi seneng sama tanaman deh. Akhirnya saya jadi rajin browsing-browsing di Internet buat cari tanaman-tanaman yang unik. Singkat kata… ditemukanlah jenis tanaman yang membuat saya terpesona. Tanaman karnivora (carnivorous plant).

Untuk mencari informasi lebih lengkap, saya gabung ke milis nepenthes_indonesia. Alhamdulillah… informasi yang didapat sungguh melimpah. Saya bisa tahu lebih banyak tentang tanaman karnivora ini, terutama jenis nepenthes (Kantung Semar) dan VFT (Venus Flytrap)".

Yuping, anggota KTKI dari Pontianak yang baru menamatkan pendidikan sarjana ekonomi, sering membagi pengalamannya "jalan-jalan" ke habitat nepenthes dan pengetahuan budidaya nepenthes melalui FTB. Lewat foto-foto Yuping, rekan-rekannya dapat melihat pesona Kantong Semar yang tumbuh di Habitat aslinya.









Di sisi lain, foto-foto unggahan Yuping juga memperlihatkan proses perusakan habitat nepenthes di hutan-hutan Kalimantan Barat. Onggokan nepenthes yang mati karena kekeringan atau dicabut dan dicampakkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab, sepertinya sudah menjadi hal biasa, namun tetap saja membuat gusar pecinta nepenthes.




"Pemandangan pertama yang kulihat sangat membuat aku sedih... yang bisa kulakukan cuma menahan emosi saja," tulis Yuping di bawah foto-foto itu.

"Ping, sewaktu perjalanan kamu itu, bawalah handycam, ambil gambar-gambar nepe (nepenthes) yang dilewati, karena kalau nepe-nepe itu punah dari tempat itu, kan masih ada filmnya. Jujur sih, sebenarnya saya kepingin banget liat nepe di alam sana, tapi kan gak mungkin pergi, jadi wakilin aja ya dengan film," komentar Katharina Sugiarti, anggota KTKI dari Jakarta yang kerap disapa 'bude' dengan nada miris.

Seperti Yuping, banyak foto-foto yang dikirimkan Alfred Lay di Singkawang, Kalimantan Barat, juga menggambarkan peristiwa yang sama. Selain untuk dijadikan perkebunan, hutan dibabat dan dibakar habis oleh para penambang emas liar.






Kaitan antara konservasi dengan konvergensi

Upaya pelestarian nepenthes oleh KTKI dilakukan dengan prinsip "konservasi melalui budidaya". Bagi KTKI, fungsi organisasi penggemar nepenthes adalah mendidik anggotanya supaya membeli hasil budidaya dan belajar membudidayakan. Termasuk dalam lingkup budidaya adalah memperbanyak tanaman dengan metode stek, biji atau kultur jaringan (kuljar).





Dengan mendorong orang membeli Kantong Semar hasil perbanyakan alih-alih cabutan, KTKI ingin membantu menekan laju pengurangan populasi nepenthes di habitat alaminya. Berkurangnya populasi habitat alami disebabkan oleh faktor rendahnya pengetahuan, terutama betapa pentingnya nepenthes bagi keseimbangan alam dan aset alam nasional. Untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan itulah, konvergensi teknologi informasi (IT) dan telekomunikasi bermanfaat.

"Konvergensi" diartikan sebagai "berpadunya" IT dan telekomunikasi ke dalam satu platform, baik di sisi jaringan, terminal maupun layanan, sehingga konsumen secara pribadi tidak lagi merasakan adanya pemisah antara berbagai teknologi dan aplikasi komunikasi dan informasi. Berkat konvergensi teknologi IT dan telekomunikasi, informasi tentang nepenthes di internet begitu mudah diakses melalui jaringan selular, baik menggunakan protokol 2,5G/GPRS, 3G maupun 3,5G/HSDPA.

Sebelum berkembangnya jaringan selular di Indonesia, banyak orang, terutama mereka yang tinggal di pedalaman, sulit mengakses internet. Jaringan selular dan internet berdiri sendiri. Untuk mengakses internet, biasanya orang harus berlangganan ke penyedia jasa internet atau mendatangi warnet terdekat.Tetapi kini jaringan selular hadir di mana-mana, jauh melebihi cakupan jaringan internet itu sendiri. Di mana saja dan kapan saja orang bisa mengakses internet, hanya bermodal ponsel yang didukung modem berkemampuan internet atau laptop yang dilengkapi modem GSM (modem dengan kartu SIM di dalamnya).   

Hal ini memberikan keuntungan bagi masyarakat berupa kemudahan menyebarkan atau mengakses informasi terkait pelestarian alam dan nepenthes pada khususnya. Di forum (FTB) dikenal misi "menyebarkan racun", suatu ungkapan khas yang berarti memperkenalkan Kantong Semar kepada khalayak, agar lebih mengerti dan tertarik memelihara nepenthes. "Penyebaran racun" dilakukan terutama lewat internet, tidak saja di forum diskusi online tetapi juga di milis nepenthes_indonesia, facebook, blog pribadi, youtube, sampai wikipedia.

Lihat saja profil Facebook Suaidi Arif, anggota KTKI di Jakarta Timur. Komentar Arif berbunyi, "gue mau mensosialisasikan Kantong Semar ini. Banyak orang awam nggak tau tanaman ini, padahal ini tanaman kekayaan negeri kite. Dari seluruh jenis Kantong Semar di dunia, 80 persennya tumbuh di Indonesia. Jadi selain koleksi, gue juga budidaya biar bisa menyebar, gituloh".

Keseriusan Arif soal "racun-meracuni" itu jelas terlihat apabila kita mengunjungi situs web Youtube. Di sana ada beberapa video koleksi Kantong Semar unggahan Arif yang dapat diunduh semua orang secara gratis.

Lain Arif, lain Suska. Ketua dan salah seorang pendiri KTKI ini mengoperasikan toko online tavor di bawah bendera Suska Nursery (SN). SN menjual berbagai jenis nepenthes untuk kebutuhan tingkat pemula sampai lanjutan, lengkap dengan daftar harga yang di-update setiap bulan. SN adalah distributor tunggal nurseri Borneo Exotics yang bermarkas di Sri Lanka. Uniknya, beberapa produk SN diberi label "nepenthes for everyone", yang dapat diperoleh dengan harga cuma lima ribu rupiah per pot. Hal itu sengaja dimaksudkan Suska sebagai pemikat bagi kolektor pemula atau mereka yang masih ragu membudidayakan nepenthes.

Kemajuan IT banyak membantu penjualan nepenthes hasil budidaya. Metode transaksi berbasis internet makin kerap digunakan. Paypal misalnya, menawarkan jasa transaksi via internet sampai ke mancanegara. Untuk mentransfer sejumlah uang, pembeli tanaman hanya memerlukan alamat email si penjual. Jika keduanya sudah memiliki akun di paypal, maka uang bisa segera ditransfer dan diterima saat itu juga. Tidak peduli di negara mana pun lokasi mereka, paypal hanya mengenakan biaya sekitar 2% per transaksi bagi penerima uang, sedangkan pengirim uang tidak dikenai biaya sepeser pun.



Harus diakui bahwa bentuk-bentuk transaksi faceless akibat kemajuan IT bisa berdampak negatif. Misalnya tatkala pedagang mengirimkan foto tanaman pada pembeli via handphone (MMS atau email), foto yang dikirim bisa saja fiktif, atau lebih indah dari aslinya. Bisa juga si penjual tidak tahu-menahu kondisi barang sebab hanya menawarkan milik orang lain, alias calo. Namun pembeli yang kecewa akan memberikan feedback negatif melalui komunitas jual-beli, dan pada gilirannya penjual yang curang tidak akan bertahan lama. Contoh di mana pembeli dan penjual dapat saling memberikan feedback adalah di Ebay, situs web lelang online yang bekerja sama dengan paypal. Model seperti itu kemudian diikuti pula oleh komunitas-komunitas e-commerce lainnya.

Di FTB juga terdapat thread Toko KTKI online yang dimoderasi oleh pakde, panggilan akrab Dinno Dionysius di Bekasi. Barang-barang yang dijual toko KTKI meliputi cenderamata KTKI (kaos, stiker), tanaman hasil budidaya, pupuk, media tanam, pot dan lain-lain. Stoknya diisi oleh anggota sendiri. Setiap tanaman yang dijual harus menyertakan data spesifikasi jenis, ukuran pot dan foto. Minimal pembagian hasil untuk KTKI adalah 5% (anggota KTKI) dan 15% (non-anggota KTKI).

Bagi mereka yang menginginkan jenis-jenis eksklusif, disediakan pula fasilitas lelang online di FTB. Hasil lelang dikenai sumbangan untuk kas organisasi KTKI sebesar 50%. Rekor penawaran lelang tertinggi sampai saat ini dipegang oleh Nepenthes clipeata x ventricosa sebesar Rp 690 ribu, yang dimenangkan oleh Mona Volare.

Suska juga berperan sebagai breeder penghasil hibrida dan varian nepenthes baru, tak hanya melibatkan spesies lokal tetapi juga mancanegara, seperti Sarawak, Thailand, dan Filipina. Hal tersebut dimungkinkan karena ia memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai (sarjana lulusan Institut Pertanian Bogor), plus relasi yang baik dengan komunitas nepenthes lokal dan internasional.

Bagi para breeder nepenthes, aktivitas tukar menukar pollen (serbuk sari) antar sesama breeder seringkali bermanfaat, sebab nepenthes adalah tanaman berumah satu, artinya hanya bisa berbunga jantan atau betina saja. Ketika seorang breeder memiliki tanaman yang sedang berbunga, ia perlu mencari pasangan dari spesies yang sama atau berbeda. Dalam hal ini, kemajuan IT ternyata sangat bermanfaat, terutama dengan adanya database pollen yang dapat diakses oleh para breeder nepenthes dari seluruh dunia. Salah satu lembaga yang memelihara database pollen nepenthes bernama International Pollen Agency for Nepenthes, berkedudukan di Belanda. Situs webnya dapat diakses di alamat http://pollen.carnivoren.org. Lembaga ini memfasilitasi para pembudidaya nepenthes agar dapat menemukan pasangan yang tepat bagi nepenthesnya. Semacam biro jodoh untuk nepenthes. Dalam skala terbatas, fungsi semacam itu sudah dilakukan juga oleh para hobiis nepenthes di Indonesia melalui FTB.

Online-offline-online

Akibat efek "keracunan" yang tragis, para member FTB ingin terus-menerus mengakses forum, termasuk kebutuhan "narsis" untuk memajang foto-foto perjalanan dan tanaman mereka. Efek seperti ini mampu menyeret anggota FTB dari yang awalnya tidak saling mengenal menjadi akrab, dan rela keluar masuk hutan demi melihat lokasi nepenthes atau berkumpul di suatu tempat untuk mengadakan acara silaturahmi. Selanjutnya dari offline mereka bisa berbagi cerita kembali secara online, membuat kebutuhan online menjadi tak habis-habisnya.




FTB tak hanya berguna sebagai ajang silaturahmi dan ruang diskusi maya (virtual discussion room) melainkan juga kantor maya (virtual office). Setiap rencana program dibahas terlebih dahulu di forum. Contoh yang paling nyata, desain logo, kartu nama, brosur, kaos, proposal kerjasama, dan sarana promosi lain dikerjakan di forum dengan prinsip kolaborasi online. Setiap ekspedisi atau perjalanan ke habitat nepenthes dipresentasikan di forum dalam bentuk "laporan pandangan mata" diselingi humor-humor segar. Bahkan penyelenggaraan acara-acara resmi seperti seminar dan gathering, nepenthes summit dan program-program lain, direncanakan dengan seksama, dieksekusi di luar forum dan kemudian dilaporkan kembali di forum.





Status nepenthes di alam

Saat ini, status Nepenthes sebagai kekayaan hayati Nusantara kian terancam. Ada dua ancaman terbesar, yaitu rusaknya ekosistem (kebakaran hutan, pembalakan liar, alih guna lahan hutan) dan pengambilan tak terkendali dari alam. Harus diakui bahwa perhatian pemerintah belum memadai, sehingga peran aktif masyarakat menjadi krusial.

Sementara, perkembangan peminat nepenthes menunjukkan tendensi meningkat. Di pasar tanaman internasional, jenis-jenis langka asal Indonesia, seperti Nepenthes clipeata, N. aristolochioides dan lainnya terus ditawarkan. Dalam bisnis tanaman, nepenthes memang telah memiliki pasar internasional yang cukup luas. Komodifikasi nepenthes dapat memicu kolektor memburu dari alam. Cepat atau lambat, penduduk lokal maupun pendatang di sekitar habitat nepenthes akan berupaya menawarkan nepenthes yang berasal dari alam tanpa mempedulikan segi pelestariannya.

"Yang lebih unik justru perilaku masyarakat kita, yang terlalu tanggap mode, semakin susah didapat atau semakin heboh promosinya, semakin menjadi tidak rasional harganya. Mungkin tren semacam ini akan terus berulang selama kita belum bisa mengkloning nepenthes dalam jumlah banyak dengan cepat," kata rajah (Sofyan David), hobiis tavor di Bandung.

"Coba kalau tanaman ini mudah didapat di lapak tanaman hias atau pedagang pikulan, situasinya bisa lain," tambah rajah. "Sayangnya, mereka cenderung miskin akses informasi (buku, internet, organisasi)."

"Jika ada permintaan, mereka mau keluar masuk hutan untuk memburu nepenthes meski belum paham betul cara budidaya yang tepat. Sayangnya, kebanyakan nepenthes cabutan itu akhirnya mati sebelum bisa beradaptasi. Mereka mengeluh kapok jual nepenthes cabutan, tapi nggak tahu mau beli bibit ke mana".

Karena menyadari pentingnya informasi itulah, makin banyak anggota masyarakat tua dan muda yang bergabung menjadi anggota milis nepenthes_indonesia dan FTB, terlepas dari kesibukan dan pekerjaan masing-masing. Anggota termuda FTB dan KTKI saat ini adalah Muhammad Rasyad Arkan Lahino alias rasyad95, 14 tahun.

Bachrul Arifin yang sering disapa "trichocarpa", misalnya. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai insinyur di proyek pembangunan jalan dan jembatan di Kalimantan Tengah, ia sengaja meluangkan waktu untuk menjadikan halaman belakangnya di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sebagai miniatur hutan Kantong Semar.

Tak jarang, dalam perjalanannya ke lokasi proyek, Bachrul menyempatkan diri mampir di pinggir jalan yang melintasi hutan hanya untuk memotret Kantong Semar dan menampilkannya di FTB. Bila ia menemukan biji-biji Kantong Semar yang telah matang, sesekali ia petik dan masukkan ke dalam paket-paket kecil, lalu online untuk menawarkan gratis paket-paket biji itu kepada kawan-kawannya di FTB. Biasanya, tak kurang dari 3 hari paket-paket biji sudah ludes terkirim. Tak hanya mengambil biji-biji Kantong Semar dari alam, Bachrul pun rajin menjadi "penghulu" Kantong Semar jantan dan betina yang sudah siap kawin.

"Lokasi camp saya kali ini cukup menguntungkan karena bisa menangkap sinyal GSM, dan dengan modal hp butut plus notebook antik saya bisa akses internet. Biar agak lambat namun cukuplah untuk ngilangin stres," komentar Bachrul ketika ditanya tentang perangkat yang ia gunakan untuk online di tengah lokasi proyek.

Semangat konservasi Bachrul tampaknya berawal dari pekerjaan yang dilakukannya. "Bayangkan saja, untuk membuka jalan trans Kalimantan poros tengah, hutan yang diubah menjadi badan jalan kira-kira sepanjang 150 km selebar 30 m. Itu berarti seluas 4.500.000 m2. Bisa dibayangkan berapa banyak Nepenthes yang musnah. Nepenthes hanyalah salah satu korban dari usaha kita untuk membuka keterisolasian di daerah pedalaman," tutur Bachrul.




"Pemusnahan tidak berhenti di situ saja", lanjutnya. "Begitu jalan terbuka masuklah pedagang-pedagang musiman baik lokal atau dari pulau Jawa mengambil nepenthes dan lain-lain karena adanya permintaan dari luar Kalimantan Tengah."

"Seandainya ibu-ibu (pedagang kantong semar) di Katingan (Kalteng) bisa internetan juga mungkin kejadiannya akan berbeda," sambung Bachrul. "Saya teringat waktu saya belum ikut gabung di forum ini (FTB), begitu histerisnya saya dan istri mborong nepenthes cabutan dari pedagang lokal. Seminggu di rumah, semuanya langsung kering," sesalnya.



Konservasi "liar"

Soal konservasi kantong semar, Bachrul berkomentar, "yang pasti kalau mau nepenthes masih bisa diliat anak cucu udah semestinya bukan cuma nepe yang mesti diperhatikan....tanaman pendukung di sekitarnya dan lingkungan juga pegang peranan penting. Kapan ya kita punya hutan lindung nepe di mana kita bisa nyumbang nepe yang selama ini dengan susah payah kita kumpulkan?"

Saat ini Bachrul masih terus mengumpulkan berbagai spesies nepenthes lowland endemik dari Sumatra, Sulawesi dan Irian Jaya, serta dari India, Filipina, Thailand dan Sarawak.

"Rencananya stek-stek nepenthes akan saya sebar dan tanam berpasangan (jantan-betina) di hutan Kalimantan pada area kira-kira sepanjang 45 km. Bisa dibilang ini adalah usaha "konservasi liar". Harapan saya 10 sampai 15 tahun ke depan mereka udah berkembang biak dan menyebar di hutan Kalimantan antara bagian Hulu Sungai Barito dan Hulu Sungai Kapuas. Untuk sementara usaha 'konservasi liar' ini baru didukung istri dan anak-anak saya," tulis Bachrul dalam postingnya di Forum.

Ide senada pernah dikemukan oleh Imam Kisowo, pemilik nickname dontknowwhy. Bahkan melalui forum (FTB), Imam pernah menawarkan sebidang tanah miliknya untuk keperluan tersebut. Sayangnya tawaran tersebut masih terkendala oleh faktor-faktor lain, terutama biaya pembangunan greenhouse, pemeliharaan dll.

Gagasan yang dilontarkan Bacrul dan Imam itu bak gayung bersambut. John Muhammad (nyala), Putra Setiawan (YR A2 PM) dan Sakti Belewang adalah orang-orang yang pertama kali mengimplementasikan ide tersebut. Pada suatu pagi di bulan Januari 2009, belasan pot Kantong Semar highland mereka bawa ke sebuah tempat di Puncak, Ciloto. Setiba di sana, Putra mengecek GPS-nya, dan sebentar kemudian muncul di layar: "1350". Mereka pun saling berpandangan dan tersenyum.

"That's it! Nepenthes highland memang idealnya tumbuh di atas ketinggian 1000 m di atas permukaan laut," seru John kegirangan.

Nepe-nepe itu mereka tanam langsung dan sembunyikan di balik semak-semak. Setelah puas, handphone Sakti berdering. Ajakan untuk datang ke Pameran TMII mengingatkan mereka pada janji untuk berkumpul dengan teman-teman KTKI lainnya. Mereka pun pulang dan berjanji akan kembali lagi di lain waktu untuk menengok nepe-nepe yang "dititipkan pada alam" itu.

Konservasi nepenthes secara swadaya juga dipraktekkan Tommy Faidiban di Biak, Papua. Pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri ini sering diajak bepergian mendampingi tim-tim ekspedisi nepenthes di Papua sebagai penunjuk jalan. Beberapa habitat nepenthes yang pernah dia kunjungi antara lain Nabire, Pulau Biak, dan Pulau Misool.

Di salah satu posting-nya, Tommy menulis, "Saat pertama (melihat), feeling-ku mengatakan lokasi (Nepenthes) insignis di Biak kurang nyaman, jadi kupindahkan beberapa tanaman dengan cara stek ke lokasi yang baru. Lokasi dijamin aman karena hutan itu milik aku sendiri dan tepat berada di belakang rumahku, kurang lebih berjarak 30 m."



Milestone dan ide-ide

Dimulai dari bincang-bincang online di Forum, pada September 2009 mulai terlihat titik terang untuk merealisasikan keinginan para penggemar Kantong Semar di Indonesia selama ini, yaitu memiliki Taman Nepenthes yang lengkap dan menjadi referensi internasional. Kebun Raya Cibodas (KRC) mengalokasikan sepetak lahan 7x10 m2 di dalam kompleks KRC yang terletak di lereng Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut.



Lahan yang menjadi cikal bakal taman nepenthes terlengkap di indonesia ini merupakan tonggak pencapaian KTKI yang penting. Selain sebagai tempat konservasi ex-situ (di luar habitat) untuk jenis-jenis nepenthes dataran tinggi, KTKI akan memiliki hak mengelola taman tersebut, termasuk mengonsepkan paket wisata, menitip jual tanaman, merchandise, dan sebagainya.



Dalam sebuah diskusi di dunia maya baru-baru ini, terlontar gagasan dari komunitas tanaman buas untuk mensinergikan upaya-upaya yang dilakukan oleh komunitas pelestari flora Indonesia, khususnya KTKI, dengan penyedia layanan konvergensi IT dan selular, terutama para operator telekomunikasi selular. Gagasan ini berlawanan dengan anggapan umum selama ini bahwa kegiatan konservasi identik dengan kegiatan offline. Ternyata kegiatan online punya peranan penting dalam prosesnya.

Operator selular dapat diajak bekerja sama, contohnya untuk menyediakan sistem dan layanan konvergensi antara sistem informasi berbasis satelit alias GPS (global positioning system) dengan jaringan internet dan jaringan selular. Manfaatnya antara lain untuk memetakan, memonitor dan melaporkan habitat-habitat nepenthes yang mengalami kerusakan. Dalam hal ini, operator selular dapat melibatkan KTKI, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan polisi hutan. Para penggunanya dapat difasilitasi dengan perangkat blackberry atau laptop HSDPA yang dapat memantau kondisi hutan berdasarkan informasi GPS, dan jika dideteksi terdapat aktivitas illegal logging di kawasan tertentu, sistem akan langsung mengirimkan pesan peringatan (via SMS atau email) ke pihak-pihak yang berwenang seperti BKSDA atau Kepolisian. Sistem tersebut juga seharusnya dilengkapi nomor hotline untuk menampung pengaduan dari masyarakat yang memiliki informasi tentang suatu aktivitas ilegal, apakah itu pembalakan liar, penambangan liar, perburuan liar atau perdagangan ilegal.



Alternatif bentuk keterlibatan operator selular dalam pelestarian lingkungan, mereka dapat mengalokasikan sebagian dana CSR (corporate social responsibility) mereka untuk mensponsori pembangunan taman nepenthes di Kebun Raya Cibodas (KRC), sebab walaupun KRC sudah menyediakan lahan, masih diperlukan biaya untuk pembangunan infrastruktur, terutama rumah naungan (shading house).

Sebagai bagian dari kampanye global untuk memperkenalkan kekayaan alam indonesia, konten dalam FTB sangat mencukupi. Di sana ada foto-foto ekspedisi, foto koleksi, informasi budidaya, kegiatan-kegiatan komunitas dan seterusnya.  Mengingat pentingnya FTB bagi komunitas, sudah selayaknya forum ini dibuat lebih independen. Saat ini FTB adalah forum diskusi yang disponsori oleh Proboards, penyedia hosting dan layanan forum diskusi gratis di luar negeri. Belum ada yang bisa menjamin kontinuitas forum ini di masa yang akan datang, kecuali jika KTKI mengelola sendiri server web berikut aplikasinya. Dalam hal ini operator selular juga dapat membantu.

Lebih jauh lagi, KTKI dan operator selular dapat bergabung dalam suatu program ekowisata (ecotourism) yang menawarkan paket jalan-jalan ke hutan untuk melihat langsung nepenthes yang tumbuh di alam bebas. Sebagian keuntungan dari program tersebut dikembalikan ke masyarakat di sekitar kawasan habitat nepenthes, sehingga penduduk akan merasa berkepentingan menjaga habitat nepenthes dari tangan-tangan tak bertanggung jawab.




XL sebagai salah satu operator selular pendukung konsep green BTS atau BTS ramah lingkungan, mungkin akan tertarik untuk berkolaborasi lebih jauh dengan KTKI. Dengan demikian XL bisa lebih berperan bagi masyarakat sebagai "green provider" pertama di Indonesia. Kenapa tidak?

"Rimba belantara" maya dengan segala konvergensi teknologinya, diam-diam menyimpan cerita sukses sekelompok orang muda penuh semangat yang setiap hari saling menyapa di sebuah ruang virtual kecil untuk mewujudkan satu impian besar: menjadikan Kantong Semar tuan rumah di negerinya sendiri, "Negeri 1001 Nepenthes".






Bandung, 4/12/2009
Sofyan David Subijanto (KTKI 003)

 

Blog Template by Adam Every. Sponsored by Business Web Hosting Reviews