Rabu, 18 November 2009

Gathering KTKI 2009

14 November 2009.




Baris paling atas dari kiri ke kanan (ki-ka): Mona Volare, Dyah "Pipin" Prihatmanti, GH "geha" Wisuda, Aan Saqsono, Rasyad, Suaidi Arif, Hilda Marleni.

Baris ke-2 dari atas (ki-ka):
David "jax sprout" Sucianto, MA Suska, Didik Widiatmoko, Greg Hambali, Muhammad Mansur, Zaenal "jodi" Mutaqien, Yopi "Yuping" Kolisen.

Baris ke-3 dari atas (ki-ka):
Sakti Belewang, Riyadh Zuhd, Ndick, Andre "yumcatz" Raymond, Putra Setiawan.

Baris ke-4 dari atas (ki-ka):
Ahmad "miko" Djatmiko, Chi'en Lee, Andres "snopi", Muhammad Asrofi.

Baris ke-5 dari atas (ki-ka):
Tina "janmizu" Veronica, John "Nyala" Muhammad, Dinno "pakde" Dionysius, Yanto Suwendi, Imam "dontknowwhy" Kisowo, Sofyan "rajah" David, Alfred Lay.

Baris ke-6 dari atas (ki-ka):
Harris "h4rris" G. Pratomo, Susanto "feedo" Liaw, Ali "Moers" Mursidi, Aditia "bluey" Ekalaya, Denny Julizar, Jarwoto "jar", Anton Halim.

Rabu, 11 November 2009

Nepenthes: Antara Kesempatan dan Ancaman

oleh: Nepenthes Team, Sumatra

Nepenthes, tumbuhan berkantong unik ini pasti menarik para kolektor tumbuhan di Indonesia. Bukan hanya itu, si “Kantong Semar” ini pun diminati oleh kolektor luar negeri setelah sekian lama terlupakan begitu saja. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari peranan media yang intensf memberitakan keberadaannya, sebut saja Trubus, Flona, Kompas dan media lainnya. Istana presiden pun sempat dihiasi rangkaian kantong tumbuhan ini. Para hobiis dan grower Nepenthes mulai bangga menunjukkan koleksi yang mereka punya dan melahirkan peminat-peminat baru yang tidak sedikit jumlahnya. Para kolektor latah pun mulai membiasakan diri membeli tumbuhan ini dari pameran atau expo tumbuhan hias yang digelar beberapa institusi. Ulasan tentang Nepenthes nyaris tidak terhenti dalam beberapa bulan terakhir dan mengambil alih perhatian pencinta tanaman hias lainnya untuk sementara waktu seperti pencinta tanaman jenis Euphorbia dan Aglaomorpha yang sempat melejit di akhir tahun 2005.

Walau tidak terdefinisikan dengan jelas ada 3 kelompok pencinta nepenthes yang ada di Indonesia, antara lain:

1. Kelompok pertama:

Peneliti Nepenthes Umumnya bermain di lingkungan perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Jumlahnya sedikit dan tidak begitu terekspos media.

2. Kelompok kedua:

Peneliti dan praktisi Nepenthes. Komunitas ini kebanyakan berisi pencinta Nepenthes, hobiis, grower, praktisi tanaman hias dan beberapa perguruan tinggi yang menaruh perhatian terhadap tumbuhan ini. Kelompok ini mempunyai komunitas yang paling besar dan keberadaanya mulai terangkat ke permukaan. Dalam kelompok ini berkumpul beberapa anggota yang beragam, majemuk dengan orientasi masing-masing yang belum bisa diprediksi dengan jelas. Ada yang hanya sekedar hobi, ada yang mengembangkan pemanfaatan berkelanjutan dan ada yang pure conservationist. Kelompok ini belakangan sangat diminati media untuk diekspos keberadaannya.

3. Kelompok ketiga:

Pebisnis Nepenthes Naiknya popularitas si ”Kantong Semar” jelas dianggap sebagai peluang pasar yang harus dicermati dan tidak boleh dilewatkan begitu saja. Terlebih tumbuhan ini sudah mempunyai nama besar di negara-negara besar diluar Indonesia. Hampir semua jenis asli Nepenthes Indonesia sudah tersebar di negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang. Kelompok ini berada dalam lingkaran abu-abu, di satu sisi berjuang untuk pelestarian Nepenthes, disisi lain mencabut dan mengumpulkan berpuluh puluh Nepenthes liar yang tumbuh di alam untuk menebalkan kantong dengan mengambinghitamkan pembukaan ladang dan masyarakat lokal.

Nepenthes punya peluang besar untuk dimanfaatkan, itu sudah disadari jauh-jauh hari oleh pebisnis, pencinta dan praktisi tanaman hias. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk memproklamirkan keberadaannya. Ada ancaman kepunahan dibalik besarnya manfaat yang bisa diambil, itu pun sudah disadari lama oleh para ahli di institusi-institusi penelitian. Sebagai bukti perlindungan dirumuskannya bentuk undang-undang. Namun undang-undang ini seakan hanya sebuah pengumuman. Karena sejauh ini perlindungan Nepenthes belumlah terlaksana dengan baik, terbukti adanyapenurunan populasi dan kerusakan habitat alami Nepenthes. Tanaman yang dilindungi inipun bernasib sama dengan berbagai macam tanaman hias lainnya. Dijajakan di di pinggir jalan dengan harga yang lumayan. Lalu bagaimana dengan status perlindungannya? Siapa yang harus dan berkewajiban melindunginya?

Informasi lebih lanjut silakan menghubungi: Nepenthes Team
Email: sumatrannepenthes@yahoo.com


Daftar bacaan/literatur :
  • Camillleri, T. 1998. Carnivorous Plants. Kangaroo Press. East Roseville, NSW.
  • Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Kota Kinabalu.
  • Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsular Malaysia. Kota Kinabalu.
  • Danser, B.H. 1929. The Nepenthaceae of the Netherlands lndies. Bulletin de Buitenzorg, series III, Vol.IX, 249-438.
  • Jebb, M.H.P. & M. Cheek. 1997. A Skeletal Revision of Nepenthes (Nepenthaceae).
  • Blumea 42(1):1-106
  • Pietropaolo, J. & P.Pietropaolo. 1986. Carnivorous Plants of The World. Timber Press. Oregon
  • Slack, A. 2000. Carnivorous Plants.MIT Press
Sumber: www.ktki.or.id

Lebih Dekat dengan KTKI

Komunitas Tanaman Karnivora Indonesia (KTKI) merupakan sebuah organisasi di Indonesia yang beranggotakan pecinta tanaman karnivora, baik dari hobiis, petani, peneliti, pengajar, pelajar, pebisnis, pemerhati, pers, maupun anggota masyarakat lainnya, baik yang berdomisili di Indonesia, maupun di negara lainnya. Komunitas ini bertujuan untuk menjadi tempat berbagi informasi, pengetahuan, ide, dan pengalaman para anggotanya.

Organisasi KTKI berdiri pada tanggal 7 Mei 2006 bertempat di Godong Ijo Nursery, Sawangan – Depok, Jawa Barat, sesaat setelah para pendirinya diwawancarai koran Kompas untuk kolom komunitas. Artikel tersebut terbit di Kompas 14 Mei 2006.

KTKI didirikan oleh Chandra Gunawan (Godong Ijo Nursery), M. Mansur (LIPI), Adrian Yusuf Wartono, Pak Topa, Rutina Harun (Bu Tina), Ceko Mulyando, Alfindra Primaldhi (Alfin), Maria Advianti (Vivi), Dyah Prihatmanti (Pipin), dan M. Apriza Suska.

Para pendiri KTKI ini memang sudah sering bertemu sebelumnya, walaupun tidak dengan formasi yang lengkap. M Mansur sebagai peneliti LIPI, sudah sejak tahun 1990an tertarik pada Nepenthes, dan kini di Herbarium Bogoriense pun spesimen herbarium keluarga Nepenthaceae merupakan salah satu yang menjadi tanggung jawabnya.

Adrian memiliki ketertarikan yang tinggi pada nepenthes, terutama di bidang taksonominya. Pak Topa selalu mendampinginya. Sebelumnya, di Kota Malang, Adrian juga telah membentuk Divisi Nepenthes Indonesia. Chandra Gunawan, Bu Tina, Ceko Mulyando, Alfin, dan Suska di bidang budidayanya, sedangkan Vivi dan Pipin pada bidang dekorasi.

Kontribusi maupun pengalaman KTKI dalam publikasi dan konservasi nepenthes di Indonesia antara lain:

Tahun 2006

Publikasi

Pada Maret 2006, peneliti LIPI yang juga pendiri KTKI, Drs. Muhammad Mansur, M.Sc menerbitkan bukunya yang berjudul: “Nepenthes: Kantung Semar yang unik”. Pada Juni 2006, pasangan peneliti Universitas Andalas, Hernawati dan Pitra Akhriadi menerbitkan buku “A Field Guide to the Nepenthes of Sumatera”. Pada Agustus 2006, M. Apriza Suska bersama anggota KTKI lainnya membantu penerbitan perdana buku Trubus Info Kit mengenai nepenthes. Buku inilah yang kemudian menjadi panduan penggemar nepenthes di Indonesia sampai saat ini.

Ekspedisi Jawa (April, Mei)

Ekspedisi ini berlangsung berkali-kali dengan tim KTKI yang berbeda-beda. Catatan terpenting dalam ekspedisi ini adalah penemuan spesies baru oleh M. Apriza Suska di G. Salak, Jawa Barat, yang dinamai sementara: “nepenthes sp. salak”. Pada Mei 2006, Adrian Y. Wartono bersama dengan Divisi Nepenthes Indonesia, melakukan penelitian di G. Slamet, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mencatat distribusi habitat nepenthes di P. Jawa dengan salah satu misinya adalah penemuan Nepenthes mirabilis. KTKI meyakini N. mirabilis dapat ditemukan kembali karena dahulu sempat diketahui memiliki habitat di Bidara Cina (Jakarta), Rawa Lakbok (Ciamis) dan Bekasi, namun hilang karena sudah beralih fungsi lahan menjadi perumahan dan persawahan.

Ekspedisi Kalimantan

Dalam ekspedisi ini, anggota KTKI yang terlibat adalah Yopi Kolisen, Alfindra Primaldhi, Ceko Mulyando dan M. Apriza Suska. Tim ini membantu upaya peneliti asing Charles Clarke dan Steward McPherson untuk menemukan kembali Nepenthes pilosa. Selain itu, tim KTKI juga mencatat distribusi habitat N. reinwardtiana, N. gracilis, N. mirabilis dan N. ampullaria.

Tahun 2007

Ekspedisi Jawa

Dalam ekspedisi kali ini, beberapa anggota KTKI, seperti: Adrian Y. Wartono dan M. Apriza Suska menemukan berbagai macam varian dari N. gymnamphora dan N. adrianii di berbagai pegunungan dan dataran tinggi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ekspedisi Sumatera (Maret, April dan Juli)

Dalam ekspedisi ini, Tim KTKI berhasil menemukan sendiri habitat N. beccariana dan N. tenuis. Selain itu, KTKI juga berhasil menemukan sendiri habitat dan populasi N. adnata, N. albomarginata, N. ampullaria, N. aristolochioides, N. bongso, N. eustachya, N. gracilis, N. pectinata, N. inermis, N. jacquelineae, N. longifolia, N. mirabilis, N. ovata, N. rafflesiana, N. reinwardtiana, N. rhombicaulis, N. singalana, N. spathulata, N. spectabilis, N. sumatrana dan N. tobaica. Juga penemuan baru hibrida alami seperti: N. adnata x ampullaria, N. adnata x eustachya, N. ampullaria x eustachya, N. beccariana x gracilis, N. eustachya x beccariana, N. sumatrana x gracilis dan N. sumatrana x beccariana.

Ekspedisi Kalimantan

Dalam ekspedisi ini, KTKI secara khusus meninjau langsung populasi dan distribusi N. clipeata. Dalam kasus menyurutnya N. clipeata, tim KTKI mencatat beberapa pokok masalah yang dihadapi dalam konservasi N. clipeata di Kalimantan.

Ekspedisi Papua

Dalam ekspedisi ini, anggota KTKI Tommy Faidiban dan Alfindra Primaldhi berhasil menemukan sendiri distribusi habitat: N. ampullaria, N. insignis (P. Biak), N. insignis (Nabire), N. lamii, N. mirabilis, N. maxima, N. neoguineensis dan N. papuana. Selain spesies yang sudah tercatat, KTKI juga menemukan varian dari spesies N. insignis (mainland form), N. mirabilis (giant) dan dugaan spesies baru: “N. sp. misool”. Selain spesies dan variannya, KTKI juga berhasil mencatat untuk pertama kalinya hibrida alami di Papua, yakni: N. ampullaria x neoguineensis, N. maxima x ampullaria, N. maxima x mirabilis, N. mirabilis x ampullaria dan N. neoguineensis x maxima.

Tahun 2008

Ekspedisi Sulawesi (Januari)

Pada ekspedisi ini, KTKI berhasil menemukan sendiri habitat: N. glabrata, N. maxima, N. mirabilis, N. tentaculata dan N. tomoriana. Yang menarik, KTKI juga berhasil menemukan varian N. maxima (mini), spesies baru: “N. sp. poso” dan “N. sp. gorontalo” serta hibrida alami N. glabrata x maxima.

Ekspedisi Sumatera

Pada ekspedisi ini, KTKI berhasil menemukan sendiri habitat spesies: N. dubia, N. jamban, N. lingulata, N. rigidifolia, N. sumatrana, N. xiphioides serta spesies baru, yakni: “sp. naga” dan “sp. cimit”. Sementara, hibrida alami yang ditemukan adalah N. longifolia x reinwardtiana.

Ekspedisi Papua (Mei, April)

Pada ekspedisi ini, KTKI berhasil menemukan sendiri habitat N. klossii, N. treubiana (oleh Tommy Faidiban), varian N. maxima (new form) dan hibrida alaminya N. klosii x maxima.

Ekspedisi Jawa (Desember).

Pada ekspedisi ini, akhirnya Adrian Y. Wartono berhasil menemukan N. mirabilis di Banten.

Tahun 2009

Ekspedisi Sumatera (Februari)

Peninjauan lokasi: N. naga, N. adnata, N. eustachya, N. gracilis, N. longifolia, N. rhombicaulis, N. spathulata, N. jacquelineae, N. izumiae, N. jacquelineae x izumiae, pectinata, N. lingulata, N. dubia, N. jamban. Pemastian spesies baru: N. taminii (in ed.). Penemuan hibrida baru: N. jamban x lingulata.

Publikasi (Maret)

Publikasi ilmiah penemuan spesies baru: N. naga yang dimuat di Jurnal Reinwardtia vol. 12.


Sumber: www.ktki.or.id

 

Blog Template by Adam Every. Sponsored by Business Web Hosting Reviews